10 Oktober 2008

Golput adalah Partai Pemenang Pemilu 2009

”Ein Volk, ein Reich, ein Fuhrer”.
Satu bangsa, satu imperium, satu pemimpin.
Inilah yang sedang terjadi di Indonesia. Hanya KPU yang selalu benar, hanya Presiden yang paling berkuasa dan hanya pengusaha yang bertambah jaya. Ketidakpuasan atas proses dan hasil pemilu akibat banyaknya pelanggaran yang tidak bisa diselesaikan serta perasaan telah diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara menunjukkan adanya masalah penegakan hukum dalam setiap pemilu.
Banyak faktor yang menyebabkan pemilih hak suara menyatakan golput (golongan putih). Faktor ideologi dari dalam hati karena tidak ada calon yang disukai dan se-ideologi. Faktor ekonomi, mereka lebih baik mengais rejeki ketimbang mengikuti pemilu. Faktor jarak, waktu, ekonomis, tempat mereka tinggal jauh dari TPS yang ditunjuk. Pendataan, mereka tidak memiliki tanda pengenal yang sah. Karena saat ini biaya pembuatan KTP lebih mahal dari 1 gram perhiasan.
Ironisnya, KPU hanya penggguna data terakhir saja. KPU tidak mau mensurvei ulang data penduduk. Walaupun data yang telah dipakai itu sudah sangat usang. Setiap hari ada yang lahir, ada yang bertambah usia, dan setiap hari ada yang meninggal dunia. Dengan adanya kelalaian KPU untuk mendata pemegang hak suara, maka tidak ada pilihan lain selain menjadi golput karena terpaksa.
Konyolnya lagi, KPU seperti pihak yang tak berdosa ketika surat suara yang dikirim ternyata salah alamat. Seperti PILGUB JABAR dan PILGUB SUMUT beberapa waktu lalu. Memiliki hak suara tanpa memiliki bukti kepemilikan yang sah sama saja tidak memiliki hak unutk memilih, dengan kata lain menjadi GOLPUT yang terpaksa.
Ini patut kita telaah dengan baik. Kecil kemungkinan jika pengiriman paket sampai salah alamat lebih dari beberapa daerah. Apakah perusahaan pengiriman barang di Indonesia sudah buta peta semua? Apakah ini hanya akal-akalan KPU unutk mengurangi jumlah suara agar tidak pusing dalam penghitungan suara nanti? Ataukah ada permainan KPU dengan cagub dan cawagub? Ataukah prediksi saya salah semua?
Melihat fenomena Pilgub yang sudah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, saya menyimpulkan jika penduduk Golput Indonesia yang berada di dalam maupun luar negri disatukan, dikumpulkan dan dibuatkan satu partai, maka Partai Golput adalah pemenang Pemilu 2009. Apakah tidak janggal jika penduduk golput JABAR berjumlah 9,2 juta jiwa. Lebih banyak dari jumlah suara pemenang Pilgub Jabar yang hanya 7 jutaan suara saja. Dalam voting pemilihan calon Gubernur Bank Indonesia saja, calon ditolak DPR karena jumlah menolak atau abstain lebih banyak dari jumlah yang setuju. Maka voting itu dinyatakan gagal dan harus diulang.
Bayangkan saja, tidakkah aneh, dalam Pemilu Bupati atau Gubernur sekalipun, setiap partai memilih koalisi yang berbeda dengan partai lain di setiap daerah. Inikah demokrasi ataukah hanya untuk kepentingan tahta semata? Mereka mendirikan partai agama dan nasionalis dikarenakan berbeda ideologi. Semudah itukah mempersatukan beberapa ideologi? Sudah sepatasnya kaum muda dan intelektual mendukung dengan ideologi. Tukang becak dan si buta huruf saja bisa berpikir kenapa kita tidak?
Saya tidaklah kecewa siapapun yang kalah atau mendukung siapapun calon pemenang dalam Pemilu, tetapi saya hanya mengharapkan demokrasi ini berjalan dengan baik. Karena kita sudah terlanjur menerapkan demokrasi Pancasila. Lain hal jika mengikuti sistem pemerintahan Hitler. Persoalan menjelang Pemilu 2009 tidaklah mudah. Pemilu 2004 sudah mengajarkan banyak hal. Ironis. Jika segala yang buruk kembali terulang rubah saja kelamin demokrasi dari tanah air kita tercinta ini.


Melihat besarnya animo golput di Indonesia, maka hal ini dapat menjadi batu sandungan bagi partai-partai dalam menghadapi Pemilu 2009.


Untuk menciptakan keutuhan demokrasi, maka kinerja KPU sebagai penyelenggara pesta demokrasi harus diperbaiki dan dimaksimalkan. KPU harus jujur dan independent. Setiap parpol juga harus mematuhi semua aturan-aturan dunia percaturan politik di Indonesia. Partai yang kalah harus berlapang dada dan terus menjaga jalannya pemerintahan karena itulah demokrasi yang sebenarnya. Dan partai pemenang haruslah saling merangkul partai oposisi. Kampanye diharapkan dilakukan dengan hal yang wajar. Dengan tidak menghambur-hamburkan uang. Karena demokrasi tidak dapat dihitung dengan uang melainkan dengan kemakmuran rakyat. Dana kampanye yang besar bisa saja digunakan untuk pembangunan ataupun reboisasi hutan. Sehingga efek dari kampanye tersebut sangatlah jelas.
Untuk mengurangi jumlah golput karna bukan ideologi, sudah sepantasnya kinerja Badan Statistika Kependudukan lebih dimaksimalkan.
Atau dapat juga mulai diterapkan sistem KTP berbasis ATM yang online setiap saat. Hal ini dapat bekerjasama dengan bank daerah. Satu rekening satu pemilik satu alamat. Jadi tidak ada pemilik alamat ganda. Jika pemilik telah wafat, tinggal tutup rekening saja. Dan kenaikan umur setiap pemilik rekening dapat terkontrol karena ada sistem database nya secara online.
Memang hal ini membutuhkan biaya yang besar, teknologi dan SDM yang handal. Tetapi tidakkah mudah dan simple jika hendak memilih atau mencoblos tinggal gesek KTP saja. Dan tidak akan mungkin ada alasan untuk tidak memilih karena setiap mesin ATM dapat dijadikan sebagai TPS. Dan Bank Daerah dapat maju dan berkembang.
Semoga Indonesia tambah jaya.